Bbrp saat yg lalu, papa temanku meninggal. usianya cukup muda. 61 th.
Temanku lsg terbang ke Indonesia dari US, untuk mengantar papanya ke peristirahatan terakhir.
aku tersentak atas kejadian ini.
Bbrp saat yg lalu juga, aku smpt baca cerita menarik mengenai bagaimana pandangan kamu ttg Allah Bapa.
ada yg mengatakan bhw Allah itu seperti dokter, karena sanggup menyembuhkan sakit penyakit seberat apapun. Allah itu seperti arsitek, Dia membangun rumah yang indah untuk kita di surga. intinya semua jawaban sesuai profesi ayahnya masing2. Lalu ada satu murid yg ayahnya pemulung.
dan ketika ditanya, apa pendapatmu tentang Allah?
Allah itu seperti pemulung jawabnya.
Dia memungut barang2 yg kotor dan tidak berguna, lalu membersihkan dan membetulkannya sampai berguna lagi. sama seperti bapakku memungut aku, dan mendidik serta merawatku lalu membuatku berguna bagi sesama.
Aku tercenung membaca cerita ini, krn aku pernah mendapat pertanyaan yg sama.
Bagaimana Allah sebagai Bapa dalam pandanganku?
Tentunya aku binun menjawabnya. karena papaku bukanlah sosok ayah ideal yang tahu bagaimana berkomunikasi dengan anaknya, tahu bagaimana memotivasi anaknya dan tahu bagaimana mengarahkan anaknya ke jalan hidup yg benar. Sifat dan kelakuannya pun tidak bisa dibilang baik.tapi juga tidak parah.
Pendek kata papaku bukan pahlawanku ataupun idolaku...karena itu langsung kujawab dgn blak2an, sebetulnya saya benci papa saya, karena itu dalam benak saya hampir tidak ada gambaran Allah sbg Bapa. Bagi saya, Allah itu seperti sesuatu yang tidak nyata... dan Dia jauh di atas sana, dia diam saja.. tidak mau berbicara pada saya, tidak ngapa2in, hanya sibuk bekerja sendiri dan bersosialisasi sana sini. Sedangkan saya minta apa saja, dicuekin atau dimarahin, buat apa itu?? saya cerita apa saja, atau saya dapat prestasi apa aja, papa diam aja. cuman "HMMM"
Setelah saya besar, saya berusaha memaklumi.. ooo mungkin Papa dulu juga dibegitukan oleh engkong, tak pernah ada cerita apa2 dari papaku selain satu penyesalannya yang terbesar, yaitu bagaimana Engkong dulu tidak mau menyekolahkan Papaku menjadi dokter. Selama ini yg kudgr selalu cerita beraroma rasa tdk terima itu. papa dulu pgn sekolah dokter, tp engkong gak mau bayarin, jd ga jadi lanjut sekolah.
Dalam proses riset ttg kedokteran di Surabaya, saya jadi sadar betapa susahnya menjadi dokter. Saya kira ada banyak alasan kenapa papa tidak disekolahkan menjadi dokter. Engkong saya bukan orang kaya sekali, dan punya dua istri, artinya ada 2 keluarga yg harus dihidupi. Untuk seorang Tionghoa bisa menjadi dokter di Indonesia itu tidak mudah, apalagi di Surabaya.
Apapun alasannya, akibat cerita papa yang diulang-ulang itu, sampai sekarang saya sering merasa ikut marah kepada engkong. Kenapa dulu dia tidak mau menyekolahkan papa untuk menjadi dokter, kenapa dia malah menyuruh papa menikah dan berkeluarga. Dan saya juga jadi benci sama engkong, papa macam apa itu, gak mau menyekolahkan anaknya. padahal papa anak laki2 pertama.
Mungkin kalo papa jadi dokter, dia gak akan seperti ini, karena terlalu sibuk ngurusi pasien. Mungkin tak ada seorangpun dari kami anak2nya, selalu teringat rasa tak berbakti kpd ortu karena tak mau sekolah dokter, karena susah dan lama, lalu malah pilih sekolah aneh2 yang papa gak tau mau jadi apa nantinya.
Mungkin ini yang dibilang: orang tua memang lebih tahu.
Kakak perempuanku skrg sangat menyesal kenapa gak jadi dokter aja dulu.
Menjadi dokter kulit sepertinya sangat menjanjikan masa sekarang ini, daripada menjadi seorang programmer. Bisnis kecantikan sepertinya tidak ada matinya.
Ya tapi semuanya sudah terjadi. Apa yang membuat kita seperti sekarang ini harus diterima dan disyukuri. Ke depannya berusaha berbuat terbaik dengan apa yang ada sekarang. Kehidupan tidak bisa direwind.
Berpikir2, membuatku menyadari beberapa hal. Kupikir Allah itu sebetulnya seperti papaku juga, membiarkanku melakukan apa saja yang menurutku ok, padahal dalam hati mungkin selalu kuatir, anak ini jalan2 terus, uangnya apa ndak abis. bagaimana dia hidup nanti. anak ini gak nikah2, nanti dia sudah tua temannya sudah menikah semua, siapa bisa jadi temannya bicara. Anak ini ngapain sekolah desain grafis ya, padahal sekolah menjadi dokter sangat menjanjikan, dan papa wkt itu mau dan bisa biayai kamu nak.... anak ini ngapain di jkt terus, ngabis2in duit dengan ngekos dan ngelembur kerja, kalo di sby kan enak, bisa nebeng ortu dan uangnya tidak habis, dan usah kerja soro2. Anak ini kok sibuk dengan kerja sosial terus, apa ya sudah kaya ya... mungkin papa ndak usah pusing.
Seringkali aku kelihatan benci, berkata kasar dan ketus pada papa, karena aku pun punya masalahku, dan rasanya tidak ada orang yang bisa diharapkan untuk membantu atau mencarikan solusi. Aku sering bertanya kepada teman2ku yang sepertinya papanya bisa bantu. atau kepada orang2 yg lebih tua drku yg mungkin bisa kasih solusi. Dan aku selalu berharap papa bisa jadi tempatku bertanya. tapi papa tidak up todate dan ceritanya hanya selalu tentang mengapa aku tidak sekolah dokter, dan mengapa aku tidak menikah sampai sekarang.
Bagaimanapun juga, terima kasih papa sudah membiarkanku melakukan apapun yg kumau dan mengejar mimpi2ku, walopun dgn ngomel2 dalam ketakmengertianmu'.
Aku kuatir tidak sempat bilang aku sayang padamu sebagai papa yang sudah usaha mati2an melupakan cita2nya sendiri dan memilih untuk berusaha membentuk keluarga yang ideal dan mencukupi kehidupannya sampai sekarang.
Selamat Ulang Tahun papa.
jangan kuatir, aku tetap sayang padamu
seperti Bapaku di surga tetap sayang padaku juga
28 Sep 2011
12 hari menjelang ultah papa